1. Upacara Tiga Bulanan “Neloni”
Membuat
sesaji atau uborampe dalam upacara selamatan untuk mendoakan Ibu dan janin agar
selamat dan sehat.
Materi
uborampe/sesajen kali ini berupa:
·
Nasi Punar (nasi gurih berwarna kuning), lauk daging,
jeroan, mata Kerbau atau mata Sapi dan Sambal Goreng.
·
Kue Apem (tepung beras yang ditambah sedikit ragi dan
gula merah secukupnya)
·
Beberapa macam Ketupat: Sinta, Sidolungguh dan Ketupat
Lawar.
2. Upacara Empat Bulanan/ Ngupati
Setelah kandungan genap berusia empat bulan menurut hitungan
kalender Jawa, maka diadakan upacara ngupati atau nyipati.
Ngupati berasal dari kata kupat yang merupakan sajian utama pada
slametan ini, yakni penganan dari beras yang dibungkus daun kelapa muda (janur)
berbentuk jajaran genjang kemudian direbus seperti membuat lontong. Selain itu
juga berasal dari kata papat yang
artinya empat
Penggunaan kupat sebagai sajian pokok slametan ini dilatarbelakangi oleh
kepercayaan tentang karakteristik si jabang pada umur 4 bulan dan makna kupat
itu sendiri. Konon, si jabang (bayi) dalam kandungan empat
bulan yang disebut bulaer putih, mendapatkan
sifat-sifat kemanusiaan dan sekaligus roh yang jumlahnya empat. Oleh
karena itu, sementara orang kerap menyebut upacara ini nyipati
(memberi sifat). Sementarabeberapa makna dari ketupat adalah kupat
kang baku papat (yang pokok adalah empat), yaitu :
Sifat nafsu yang empat
Mata angin
yang empat: lor, kidul, wetan dan kulon.
Ajaran agama
yang empat : syareat, tarekat, hakikat, ma’rifat (Kalimat tauhid,
ma’rifat, Islam);
Sedulur 4
(kekawah, ari-ari, darah dan tali pusar),
malaikat 4 (Jibril, Mikail, Isrofil, Ijrioil).
1. Sejarah Munculnya Tingkeban
Tingkeban sebagai salah satu dari keberagaman budaya
Bangsa Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat Ponorogo, dan sekitarnya. Menurut ilmu sosial dan
budaya, tingkeban dan ritual-ritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi,
yaitu sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini,
kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa
mengandung, ketika melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti.
Maka dari itu, dimulai dari nenek moyang terdahulu yang belum mengenal agama,
menciptakan suatu ritual yang syarat akan makna tersebut, dan hingga saat ini
masih diyakini oleh sebagian masyarakat Ponorogo.
Tingkeban menurut cerita yang dikembangkan
turun-temurun secara lisan, memang sudah ada sejak zaman dahulu.Menurut cerita
asal nama “Tingkeban” adalah berasal dari nama seorang ibu yang bernama Niken
Satingkeb, yaitu istri dari Ki Sedya. Mereka berdua memiliki sembilan orang
anak akan tetapi kesembilan anaknya tersebut selalu mati pada usia dini.
Berbagai usaha telah mereka jalani, tetapi tidak pula membuahkan hasil. Hingga
suatu saat mereka memberanikan diri untuk menghadap kepada Kanjeng Sinuwun
Jayabaya.
Jayabaya akhirnya menasehati mereka agar menjalani
beberapa ritual. Namun sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah
mring Hyang Widhi laku becik,welas asih mring sapada, menyembah kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan khusyu’, dan senantiaasa berbuat baik welas asih
kepada sesama. Selain itu, mereka harus mensucikan diri, mandi dengan
menggunakan air suci yang berasal dari tujuh sumber air. Kemudian berpasrah
diri lahir batin dengan dibarengi permohonan kepada Gusti Allah,apa yang
menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi.
Supaya mendapat berkah dari Gusti Allah, dengan menyertakan sesaji yang
diantaranya adalah takir plontang, kembang setaman, serta kelapa gading
yang masih muda.
Setelah serangkaian ritual yang dianjurkan oleh Raja
Jayabaya, ternyata Gusti Kang Murbeng Dumadi yaitu Gusti Allah mengabulkan
permohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapat momongan yang sehat
dan berumur panjang. Untuk mengingat nama Niken Satingkeb, serangkaian ritual
tersebut ditiru oleh para generasi selanjutnya hingga sekarang dan diberi
nama Tingkeban Dengan harapan mendapat kemudahan dan tidak ada
halangan selama hamil, melahirkan, hingga si anak tumbuh dewasa. Atas dasar
inilah akhirnya hingga kini ritual tingkeban tetap dilaksanakan bahkan menjadi
suatu keharusan bagi masyaraka Jawa khususnya di daerah Ponorogo dan
sekitarnya.
2. Perlengkapan Tingkeban.
Dahulu masyarakat Ponorogo mengenal tiga
teradisii yang harus dilaksanakan selama masa mengandung. Ketiga teradisi
tersebut adalah tradisi Neloni, Tingkeban atau Rujakan dan Procotan. Akan
tetapi seiring perkembangan zaman, ketiga tradisi tersebut diringkas secara
pelaksanaannya menjadi satu, yaitu ketika waktu Tingkeban atau tujuh bulan.
Walaupun diringkas secara waktu tetapi ubo rampe atau piranti
yang harus disiapkan dari tiap-tiap ritual tetap disediakan.
Jauh-jauh hari sebelum usia kandungan memasuki tujuh
bulan,calon orang tua bayi harus mementukan hari yang baik sesuai petungan
Jawa. Menurut petungan Jawa hari-hari yang baik itu yang memiliki neptu genap
dan jumlahnya 12 atau 16.
Tabel 1.
Neptune Dino lan Pasaran Petungan Jawa
No
|
Nama Hari
|
Neptune
|
No
|
Nama
Pasaran
|
Neptune
|
1
|
Akhad
|
5
|
1
|
Pon
|
7
|
2
|
Senin
|
4
|
2
|
Wage
|
4
|
3
|
Selasa
|
3
|
3
|
Kliwon
|
8
|
4
|
Rabu
|
7
|
4
|
Legi
|
5
|
5
|
Kamis
|
8
|
5
|
Pahing
|
9
|
6
|
Jum’at
|
6
|
|||
7
|
Sabtu
|
9
|
Hari-hari yang baik adalah yang neptunya 12 atau 16
misal Kamis Kliwon, Senin Kliwon, Akhad Pon dan sebagainya. Kamis memiliki
neptu 8 dan Kliwon memiliki neptu 8 jadi Kamis Kliwon memiliki neptu 16, begitu
juga Senin Kliwon memiliki neptu 12 dan Akhad Pon memiliki neptu 12.
Selain penentuan hari yang ada aturannya, segala ubo
rampe atau piranti juga sangat rumit pula. Masing-masing ritual ada
piranti sendiri-sendiri yang beraneka ragam. Semua piranti tersebut disediakan
bukan tanpa maksud. Dari sumuanya memiliki werdi atau makna
sendiri-sendiri.
Tabel 2. Piranti Ritual Tingkeban
No
|
NamaRitual
|
Waktu
Seharusnya
|
Piranti
|
1
|
Neloni
|
Tiga bulan
dari masa mengandung
|
Takir
plontang 4 buah
|
Golong 7
buah
|
|||
Jajan pasar
|
|||
Jenang
abang
|
|||
Jenang
putih
|
|||
Jenangkuning
|
|||
Jenang
ireng
|
|||
Jenang
sengkolo
|
|||
2
|
Tingkeban
|
Enam bulan
dari masa kehamilan
|
Woh-wohan
|
Punar 2
buah
|
|||
Kembang
setaman
|
|||
Sesaji
dakripin(Suro ganep)
|
|||
Daun dadap
srep
|
|||
Daun
beringin
|
|||
Daun
andong
|
|||
Janur
|
|||
Mayang
|
|||
Jenang
abang
|
|||
Jenang
putih
|
|||
Jenang
kuning
|
|||
Jenang
ireng
|
|||
Jenang
waras
|
|||
Jenang
sengkolo
|
|||
3
|
Procotan
|
Delapan
bulan dari masa kehamilan
|
Jenang
abang
|
Jenang
putih
|
|||
Jenang
kuning
|
|||
Jenang
ireng
|
|||
Jenang
waras
|
|||
Jenang
sengkolo
|
|||
Jenang
inthil-inthil
|
|||
Jenang
sewu (dawet)
|
|||
Jenang
sempuro
|
|||
Jenang
kembo
|
|||
Jenang
procot
|
|||
Jenang
arang-arang kambang
|
|||
Ketupat
lepet
|
Kamajaya dan Kamaratih (Dewi Ratih)
Upacara tersebut dimulai denga acara kenduri
telon-telon yang dihadiri oleh tetangga, kerabat, sanak saudara dan
lain-lain. Semua piranti telon-telon dibawa ke hadapan undangan. Setelah semua
piranti dihidangkan berjonggo atau sesepuh desa ngujubne yaitu menjelaskan
maksud dan tujuan diadakannya upacara tersebut dan menjelaskan makna satu per
satu dari makanan yang telah terhidang. Dengan sautan undangan dengan
kata-kata nggeh disetiap akhir kalimat yang diucapkan oleh
berjonggo. Satu per satu makanan yang dihidangkan dijelaskan hingga usai dan
dilanjutkan dengan do’a, dan yang terakhir dari rangkaian acara pertama ini
adalah memakan hidangan yang telah tersedia.
Selesai upacara yang pertama yaitu upacara
telon-telon, dengan menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara
tingkeban. Prosesi tingkeban inilah yang penulis anggap sakral karena mulai
dari hari sampai jam pelaksanaanya diyentukan dan tidak boleh dilanngar.
Sebelum acara dimulai sesepuh desa menata beberapa lembar kain jarit batik di
tengah rumah shohibul hajat. Secangkir air putih dan kelapa muda serta sebuah
sabitr besar diletakkan di depan pintu. Sedangkan di sisi pintu luar tepatnya
di teras rumah telah menunngu orang tua shohibul hajat dengan membawa lemper dan
bumbu rujak.Setelah semua siap dan waktu pelaksanaannya tiba, kedua shohibul
hajat masuk ke rumah dan duduk bersanding di atas kain jari yang telah
tertata.
Sesepuh desa membaca beberapa mantra dan
mengajari beberapa kalimat untuk ducapkan oleh shohibul hajat.Salah satu
penggalan kalimat tersebut adalah ”Niat ingsun nylameti jabang bayi,
supaya kalis ing rubeda, nir ing sambikala, saka kersaning Gusti Allah. Dadiyo
bocah kang bisa mikul dhuwur mendhem jero wong tuwa, migunani mring
sesama,ambeg utama, yen lanang kadya Raden Kamajaya, yen wadon kadya Dewi
Kamaratih kabeh saka kersaning Gusti.”
Usai prosesi tersebut keduanya berjalan keluar rumah
dengan larangan tidak boleh menengok ke belakang. Sesampainya di depan
pintu, calon bapak memecah kelapa muda dengan sabit yang dibarengi dengan
calon ibu menyampar cangkir. Upacara ini disebut juga upacara brojolan, yaitu
memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan
Kamaratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu.
Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa
kesulitan.
Di sisi lain nenek dari jabang bayi tersebut menumbuk
bumburujak yang telah disiapkan hingga halus. Usai menyampar cangkir dan
memecah kelapa muda, keduanya mandi dan kembali ke dalam rumah melalui pintu utama.
Sesampainya di dalam rumah akan dilanjut dengan prosesi ganti busana. Prosesi
ini dilakukan oleh calon ibi dengan tujuh jenis kain batik dengan motif yang
berbeda. Ibu akan memakai model kain yang terbaik dengan harapan agar kelak si
bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
Tabel 3. Jenis Kain dan Maknanya.
No
|
Jenis Kain Batik
|
Maknanya
|
1
|
Sidomukti
|
Kebahagiaan
|
2
|
Sidoluhur
|
Kemuliaan
|
3
|
Truntun
|
Nilai-nilai
yang selalu dipegang teguh
|
4
|
Parang
Kusuma
|
Perjuangan
untuk hidup
|
5
|
Semen Rama
|
Akan lahir
anak yang cinta kasih kepada orang tua yang sebentar lagi akan menjadi bapak
dan ibu tetap bertahan selama-lamanya.
|
6
|
Udan Riris
|
Anak yang
akan lahir akan menyenagkan dalam kehadirannya di masyarakat
|
7
|
Cakar Ayam
|
Anak yang
lahir dapat mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
|
Sido luhur
Truntun
Parang Kusuma
Semen Rama
Udan Riris
Cakar Ayam
Bumbu rujak yang telah dihaluskan oleh calon nenek
jabang bayi tersebut selanjutnya dibawa ke dapur untuk segera dicampur dengan
beberapa buah-buahhn dan dihidangkan kepada para undangan.
Tak lama berselang dari prosesi inti yaitu tingkeban
maka langsung melanjutkan prosesi terakhir yaitu procotan. Dalam prosesi ini
tidak jauh berbeda dengan prosesi telon-telon, yaitu semua piranti dihidangkan
di hadapan undangan, setelah tersaji sesepuh desa ngujubne dan
di saksikan oleh undangan dengan menjawab kalimat- kalimat sesepuh tersebut
dengan kata “nggeh”. Seusai prosesi tersebut di akhiri dengan do’a
dan memakan hidangan yang ada.
3. Rangkaian Acara Tingkeban
1. Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an
2. Sungkeman
Sungkeman ini dilakukan oleh
istri kepada suami dan dilanjutkan oleh suami – istri pada orangtuanya.
3. Siraman
Siraman ini dilakukan kepada calon orang tua
jabang bayi dengan air dari 7 sumber dan dilakukan oleh tujuh orang sesepuh
keluarga. Gayung yang dipakai untuk siraman ini terbuat dari kelapa yang masih
ada dagingnya dan bagian dasarnya diberi lobang. Setelah siraman si calon ibu
dpakaikan kain 7 warna, yang melambangkan sifat-sifat baik yang akan dibawa
oleh jabang bayi dalam kandungan.
4. Pantes-pantes (Ganti Busana 7 kali)
Dalam acara pantes-pantes ini calon ibu dipakaikan kain dan kebaya 7 macam.
Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang
menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah si
calon ibu pantas menggunakan busana-busana tersebut menberikan jawaban :
“dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa
kain lurik dengan motif sederhana baru ibu-ibu yang hadir menjawab : “pantes”
(pantas). Di sini merupakan perlambang bahwa ibu yang sedang mengandung
sebiknya tidak memikirkan hal yang sifatnya keduniawian dan berpenampilan
bersahaja.
5. Tigas Kendit
Calon ibu kemudian diikat perutnya (dikenditi) dengan janur kuning. Ikatan
janur ini harus dipotong (ditigas) oleh calon ayah si bayi untuk membuka ikatan
yang menghalangi lahirnya si jabang bayi. Ikatan tersebut dipotong dengan keris
yang ujungnya diberi kunyit sebagai tolak bala.
Tigas Kendhit
6. Brojolan
Dalam acara brojolan ini, dua buah Cengkir gading (kelapa gading muda) yang
telah diberi gambar wayang (biasanya gambar Betara Kamajaya-Dewi Ratih atau
Harjuna – Sembadra) dimasukkan oleh calon ayah melalui perut calon ibu dan
diterima oleh nenek jabang bayi. Harapan dari acara ini adalah supaya si jabang
bayi yang lahir memiliki fisik dan sifat seperti tokoh wayang tersebut.
7. Angrem
Di sini Calon Ibu duduk di tumpukan kain yang tadi digunakan dalam acara
Pantes-pantes seperti ayam betina yang sedang mengerami telurnya. Harapannya
adalah agar si jabang bayi dapat lahir cukup bulan.
Pada saat pelaksanaan acara ini dikumandangkannya bacaan-bacaan “Shalawat
Nabi” yang diiringi alunan musik rebana.
8. Dhahar Ajang Cowek
Di sini calon ayah duduk mendamping calon ibu di tumpukan kain dan berdua
mengambil makanan yang disediakan dengan alas makan cowek (cobek)dan mereka
berdua memakannya sampai habis. Harapannya adalah supaya plasenta bayi menjadi
sehat sehingga si jabang bayi dapat bertumbuh dengan sehat.
Calon ayah si bayi kemudian menjatuhkan tropong (alat tenun tradisional )
di sela kain 7 warna yang melambangkan proses kelahiran si bayi kelak yang
berjalan lancar dan sempurna.
Mengebumikan ari-ari dalam istilah lain ialah mengubur tali pusar yang
sewaktu masih berada di dalam kandungan ibunya menjadi bagian dari tubuh sang
bayi. Dalam tradisi Islam, semua yang termasuk bagian dari tubuh manusia
dianjurkan dikubur atau dikebumikan, seperti kuku, rambut dan bagian-bagian tubuh
yang lain akibat pembunuhan atau kematian seseorang yang tidak lazim. Termasuk
tali pusar (ari-ari), darah dan semua yang menyertai kelahiran bayi ini tetap
disyariatkan untuk dikubur.
Tradisi mengebumikan ari-ari ini sudah cukup populer dikenal oleh masyarakat
Jawa sejak dahulu yang hingga saat inipun masih tetap dilestarikan. Merujuk
pada ketentuan syariat, masyarakat muslim Jawa meyakini bahwa tradisi seperti
ini menjadi suatu hal yang sangat utama, ari-ari beserta “batir”nya supaya
dikebumikan layaknya orang yang sudah mati. Sebab, mengubur anggota badan atau
semua yang termasuk di dalamnya adalah anjuran yang sangat ditekankan demi
menghormati (memuliakan) pemiliknya.
Semua anggota-anggota tubuh manusia, sebagaimana di atas adalah
organ-organ vital ketika sang bayi berada dalam kehidupan di alam kandungan.
Namun atas qudrah dan sunnatullah, di saat sang bayi berpindah dari alam
kandungan menuju alam dunia, organ-organ ini akan tidak berfungsi dan mengalami
kematian dengan sendirinya. Sehingga organ-organ tersebut ketika masih berada
di dalam kandungan ibunya juga memiliki nyawa selama mendampingi anaknya hingga
melahirkan. Maka dari itu, wajar bila masyarakat memperlakukannya sebagaimana
manusia, yakni dengan mengebumikan atau menguburnya.
Adapun pelaksanaannya ialah seperti proses pemakaman, namun dalam
pengebumian ari-ari ini, ditambah dengan pemberian kunyit, bunga, dan lainnya.
Terkadang ditambah pula dengan pemasangan lampu, lilin dan dimasukkan ke dalam
“takir”. Untuk anak laki- laki sebaiknya di letakkan di sebelah kanan rumah,
dan untuk anak perempuan sebaiknya di lakukan di sebelah kiri rumah. Pemberian
kunyit dan bunga di maksudkan agar di daerah pemakaman ari-ari tersebut berbau
harum dan tidak di makan kucing atau hewan sejenisnya, sedangkan pemberian
lilin ataupun penerangan di sekitar pemakaman ari-ari, karena menurut orang
Jawa bayi yang masih berumur kurang dari seminggu belum dapat melihat secara
kasat mata, sehingga masih suci dan bisa melihat makluk-makluk yang aneh, maka
dari itu pemberian penerangan di sekitar pemakaman ari-ari agar bayi tidak
rewel dan tidak di ganggu makluk halus.
Sebagaimana syukuran dan barakahan di atas, tradisi “njagong” atau
majelis dzikir bagi kelahiran sang bayi juga ditradisikan oleh masyarakat Jawa
pada umumnya. Para tetangga dan sanak saudara diundang untuk datang ke tempat
orang yang baru melahirkan dalam rangka membaca doa dan dzikir. Acara ini
ditujukan sebagai rasa syukur dan ungkapan kebahagiaan atas kelahiran si jabang
bayi selaku calon generasi penerus bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
Kata “njagong” ini berasal dari bahasa jawa yang berarti duduk-duduk
bercengkerama bersama sambil menikmati hidangan. Para undangan datang dalam
rangka turut berbahagia atas kelahiran sang buah hati dari orang yang mempunyai
hajat. Tuan rumah juga ikut njagongi (menemani ngobrol) para undangannya
sambil makan bersama, yang makanan yang disuguhkan tersebut dimaksudkan sebagai
sedekah.
Dalam pelaksanaan njagong ini, para undangan beserta tuan rumah diminta
untuk membacakan kitab-kitab Maulid Nabi Muhammad saw, seperti al-Barzanji
(berzanjian), shalawat Burdah Syaikh al-Bushairi (burdahan), dan kitab maulid
ad-Diba’i (diba’an), terkadang pula dibacakan kitab manaqib. Pembacaan beberapa
kitab-kitab tersebut dimaksudkan untuk memohon keberkahan kepada Allah melalui
kemuliaan Rasul-Nya sehingga semua yang dihajatkan mendapat ridha dari Allah
swt. Tradisi ini berlangsung lima hari hingga pada puncak acaranya ialah pada
hari kelima, yakni diadakan tradisi “sepasaran”.
6 .Upacara Brokohan
Bersamaan dengan lahirnya bayi diadakan selamatan yang
disebut brokohan. Selamatan ini diadakan setelah bayi dan ibunya dirawat serta
tembuni telah dikuburkan. Adapun sajian yang disediakan pada selamatan brokohan
itu berupa :
§
Nasi tumpeng (buceng) dengan lauk-pauknya kulupan
(gudhangan), telur ayam, sayur kluwih, ikan asin. Adakalanya dilengkapi dengan
panggang ayam.
§
Nasi golong tujuh buah.
§
Nasi kuning (nasi punar). Sajian nasi kuning ini ada
sementara orang yang menyediakan dan ada pula yang tidak.
§
Jajan pasar.
§
Bubur merah
§
Bubur putih.
§ Bubur
sengkolo yaitu bubur merah yang diatasnya diberi bubur putih.
§ Nasi brok,
yaitu nasi yang diberikan di piring dan diberi lauk-pauk gudhangan (kulupan).
Jalannya Upacara.
Setelah sajian tersedia, maka orang yang punya hajat
mengundang sanak famili dan tetangga dekat. Selanjutnya apabila undangan telah
hadir maka tuan rumah menyatakan kepada tukang kajat (pimpinan upacara) maksud
dan tujuan upacara itu. Untuk seterusnya tukang kajat mengikrarkan maksud dan
tujuan upacara itu kepada para hadirin yang hadir dalam kenduri itu. Setelah
ikrar selesai, lalu diberi doa, pada umumnya doa selamat. Setelah doa selesai,
sajian dalam kenduri itu dibagi-bagikan kepada para undangan. Makanan itu
sebagian dimakan di tempat itu dan sisanya dibawa pulang. Makanan yang dibawa
pulang itu disebut berkat.
Di samping sajian untuk kenduri, ada sajian yang
diletakkan dibawah tempat tidur (Jawa : Longan). Sajian itu berupa bubur
merah, bubur putih; masing-masing satu takir, dan tumpeng kecil yang puncaknya
ditancapi lombok merah. Kemudian di samping pembaringan bayi diletakkan
benda-benda seperti kaca rasa, jarum, benang, keris, kain batik baru yang di
lipat rapi. Maksud daripada tindakan itu semua adalah untuk menolak mara bahaya
(sengkolo, Jawa) yang akan mengganggu bayi tersebut.
Pada waktu pelaksanaan upacara kenduri disamping doa
selamat, ada sementara masyarakat yang membaca doa sebagai berikut :
“Rahayu. Aku menyaksikan bahwa
sesungguhnya tiada ada Pangeran yang disembah melainkan Datingsun sendiri ialah
Sang Ning Hidup Sejati, ialah Hyang Wasesa Tunggal Aku semua menyambut kepada
yang ada saat ini menitis
jabang bayi yang dilahirkan
………………………………………………………………………
(nama ibu yang melahirkan).
Selanjutnya di alam fana atau dunia ini
senantiasa diberi tuntunan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mangereh Jatinya Panca
Hindria Tama. Madhep jagat Padhang Hyang Maha Tunggal” x 3 (tiga kali).
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Upacara Tradisional daerah Jawa Timur.Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Daerah 1983-1984, Surabaya September 1984, hlm. 70 – 72
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Upacara Tradisional daerah Jawa Timur.Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Daerah 1983-1984, Surabaya September 1984, hlm. 70 – 72
Bila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari
perlu juga diselamati. Bila kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu
dengan disertai keramaian. Yang punya hajatan mengundang tetangga sebelah yang
berdekatan kemudian juga sanak keluarga disuruh datang. Dan ritual selapanan
itu juga bersamaan dengan puput pusar dan pemberian nama untuk sang bayi.
Selamatan yang diperlukan:
1.
nasi tumpeng beserta sayur-sayuran,
2.
jenang merah
putih,
3.
jajan pasar,
4.
telur ayam yang telah direbus secukupnya.
Bayi
yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya dicukur, kukunya dipotong.
Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan kuku pertama dan puser
yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang telon(tiga macam
bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah dewasa kelak
isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut
bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas
dari segala macam bahaya.
8. Tedak Siten
Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata
siti artinya tanah atau bumi. Jadi tedhak siten berarti
menapakkan kaki kebumi.Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan
seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa mendatang,
dengan berkah Gusti, Tuhan dan bimbingan orang tua dan para guru
dari sejak masa anak-anak.Upacara tedhak siten juga punya
makna kedekatan anak manusia kepada Ibu Pertiwi.Dengan menjalani kehidupan yang
baik dan benar dibumi ini dan sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka
kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa
bumi atau tanah telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia.
Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia
, sang suksma yang berbadan halus dan kasar.
Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama.
Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendak Gusti.
Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama.
Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendak Gusti.
Tedak sinten dilaksanakan pada waktu seorang anak
kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan
kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan
hari lima sesuai kalender Jawa.Oleh karena itu selapanan terjadi
setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst.
Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan
pagi hari dihalaman depan rumah.Selain kedua orang tua bocah, kakek nenek dan
para pinisepuh merupakan tamu terhormat, disamping tentunya diundang juga para
saudara dekat. Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan
sesaji yang sesuai.Bermacam sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam
bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah sakral dan marak
suasana ritual.
Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai
merupakan sebuah doa permohonan kepada Gusti, Tuhan,
supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar. Juga tujuan dari
ritual tercapai, mendapatkan berkah Gusti.
Jalannya upacara
Pertama : Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak
bubur tujuh warna yang terbuat dari beras ketan. Warna-warna itu adalah :
merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu.
Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi , untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi.Seiring pertumbuhan lahir, keperluan batin meningkat ke kesadaran spiritual .
Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi , untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi.Seiring pertumbuhan lahir, keperluan batin meningkat ke kesadaran spiritual .
Kedua : Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari
batang tebu Arjuna, lalu turun lagi.Tebu merupakan akronim dari antebing
kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad hati yang mantap.
Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.
Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.
Ketiga : Turun dari tangga tebu, si anak dituntun
untuk berjalan dionggokan pasir.Disitu dia mengkais pasir dengan kakinya,
bahasa Jawanya ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah mencari
makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keempat : Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang
dihias apik, didalamnya terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan,
telpon genggam dlsb. Dibiarkan bocah itu akan memegang barang apa.
Misalnya dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi ilmuwan.
Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi.
Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi.
Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
Kelima : Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik,
yaitu uang logam dicampur berbagai macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu
dewasa menjadi orang yang dermawan, suka menolong orang lain. Karena suka
menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan rejeki.
Ada juga ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
Ada juga ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh
atau dimandikan dengan air sritaman, yaitu air yang dicampuri
bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
Ketujuh : Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan
pakaian bersih dan bagus. Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan
yang bagus dan bisa membuat bahagia keluarganya.
Demikian, ritual tedhak siten telah
selesai. Seluruh keluarga berbahagia dan berharap semoga Gusti memberikan
berkahnya, supaya tujuan ritual berhasil. Selanjutnya para hadirin
dipersilahkan menyantap hidangan yang telah disediakan.
luar biasaaaaaaaa... salut tenan.. lengkaaap... boleh tak print yaaa
BalasHapushebat,betapa bijaksananya orang kuno dahulu dalam menyikapi pemberian gusti Ilahi robbiy.cara bersyukurnya hebat.
BalasHapusSuami saya meninggalkan saya dengan dua orang anak, saya berasa sangat teruk dan hampir membunuh diri kerana dia meninggalkan kami tanpa apa-apa. Saya beremosi selama ini kerana anak-anak terus bertanya saya di mana ayah. Terima kasih kepada Dr DAWN, yang saya temui di facebook yang membawa suami pulang ke rumah dan memulihkan keamanan antara kami. Pada suatu hari yang setia semasa melayari internet, saya terjumpa beberapa testimoni tentang Dr. DAWN dan saya serta-merta merasakan keperluan untuk meminta bantuannya dan saya gembira sekarang semuanya berjaya untuk saya pada akhirnya. Suami saya kini berada di rumah bersama anak-anak saya dan tidak pernah ada begitu banyak kasih sayang dan kegembiraan di rumah saya sebelum ini. Jika anda mengalami masalah yang sama,
BalasHapus*Jika anda ingin hamil.
*Jika anda ingin memulihkan keamanan dan kebahagiaan dalam perkahwinan atau hubungan anda.
*Jika anda ingin mengubati sebarang jenis penyakit.
*Jika anda ingin menghentikan nasib buruk atau memerlukan ritual untuk berjaya.
Hubungi Dr DAWN, dia pasti akan membantu anda,
E-mel: dawnacuna314@gmail.com
WhatsApp: +2349046229159