Dalam pemahaman orang Jawa,
bahwa nyawa orang yang telah mati itu sampai dengan waktu tertentu masih berada
di sekeliling keluarganya. Oleh karena itu kita sering mendengar istilah
selametan yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal. Berikut diantaranya
ritual yang dilakukan menurut adat istiadat Jawa.
Hal yang pertama kali dilakukan dalam masyarakat Jawa ketika ada
orang meninggal adalah memberi penghiburan kepada keluarga bahwa semua ciptaan
akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila keadaan keluarga sudah reda,
perhatian segera dialihkan ke jenazah. Jenazah yang baru saja meninggal dunia
segera ditidurkan secara membujur, menelentang, dan menghadap ke atas.
Selanjutnya mayat ditutup dengan kain batik yang masih baru. Kaki dipan tempat
mayat itu ditidurkan perlu direndam dengan air, maksudnya agar dipan itu tidak
dikerumuni semut atau binatang kecil lainnya. Tikar sebagai alas tempat jenazah
dibaringkan perlu diberi garis tebal dari kunyit dengan maksud agar binatang
kecil tidak mengerumuni mayat. Terakhir adalah membakar dupa wangi atau ratus
untuk menghilangkan bau yang kurang sedap.
Bersamaan dengan hal diatas, beberapa orang terdekat bertugas
memanggil seorang modin dan mengumumkan kematian itu kepada para sanak saudara
dan tetangga. Pemberitaan juga dilakukan dengan bantuan pengeras suara dari
masjid terdekat. Setelah kabar tersiar mereka yang mendengar akan berusaha
segera datang ketempat itu untuk membantu menyiapkan pemakaman.
Upacara
ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat hari meninggalnya
seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada sore hari setelah jenazah
dikuburkan. Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah
(membuat lubang untuk penguburan mayat). Makna sur tanah adalah memindahkan
alam fana ke alam baka dan wadag semula yang berasal dari tanah akan kembali ke
tanah juga.
Bahan yang
digunakan untuk kenduri terdiri atas:
1. Nasi
gurih (sekul wuduk)
2. Ingkung
(ayam dimasak utuh)
3. Urap
(gudhangan dengan kelengkapannya)
4. Cabai
merah utuh
5. Krupuk
rambak
6. Kedelai
hitam
7. Bawang
merah yang telah dikupas kulitnya
8. Bunga
kenanga
9. Garam
yang telah dihaluskan
10. Tumpeng
yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng ungkur-ungkuran)
Sebelum jenazah diberangkatkan ke makam dilakukan suatu upacara
yang disebut dengan “upacara
brobosan”. Upacara brobosan ini
bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua
atau keluarga mereka (jenazah) yang telah meninggal dunia. Upacara brobosan diselenggarakan
di halaman rumah orang yang meninggal sebelum dimakamkan dan dipimpin oleh
anggota keluarga yang paling tua. Namun sebelum upacara dilakukan,
biasanya diawali dengan beberapa sambutan dan ucapan belasungkawa oleh beberapa
pamong desa. Dan semua yang hadir ditempat itu harus berdiri hingga jenazah
benar-benar diberangkatkan.
Upacara brobosan tersebut dilangsungkan dengan tata cara sebagai berikut:
1) Peti mati
dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah
upacara doa kematian selesai.
2) Anak
laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga
kali dan searah jarum jam.
3) Urutan
selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan
pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Setelah itu jenazah diberangkatkan dengan keranda yang diangkat
oleh anak-anaknya yang sudah dewasa bersama dengan anggota keluarga pria
lainnya, sedangkan seorang memegang payung untuk menaungi bagian dimana kepala
jenazah berada. Adapun urutan untuk melakukan perjalanan ke pemakaman juga
diatur. Yang berada diurutan paling depan adalah penabur sawur (terdiri
dari beras kuning dan mata uang), kemudian penabur bunga dan pembawa bunga,
pembawa kendi, pembawa foto jenazah, keranda jenazah, barulah dibagian paling
belakang adalah keluarga maupun kerabat yang turut menghantarkan. Namun dalam
keyakinan orang Jawa, seorang wanita tidak diperkenankan untuk memasuki area
pemakaman. Jadi mereka hanya boleh menghantarkan sampai didepan pintu pemakaman
saja. Dan mereka yang masuk hanyalah kaum pria tanpa memakai alas kaki.
2.3 Upacara Nelung
Dina ( Tiga Hari)
Upacara ini
merupakan upacara kematian yang diselenggarakan untuk memperingati tiga hari
meninggalnya seseorang. Peringatan ini dilakukan dengan kenduri dengan
mengundang kerabat dan tetangga terdekat.
Bahan untuk kenduri biasanya
terdiri atas:
*Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi
kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang
telah dipotongi, bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus
(dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal dua buah.
*Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
*Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
Upacara ini untuk memperingati tujuh hari
meninggalnya seseorang.
Bahan yang digunakna untuk kenduri biasanya terdiri atas:
Bahan yang digunakna untuk kenduri biasanya terdiri atas:
*Kue apem yang di dalamnya diberi uang logam,
ketan, kolak (semuanya diletakkan dalam satu takir)
*Nasi asahan tiga tampah, daging
goreng, pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat
kecil-kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut
(conthong), serta pindang putih.
2.5 Upacara Matang
Puluh ( Empat Puluh Hari )
Upacara ini untuk memperingati
empat puluh hari meninggalnya seseorang. Biasanya peringatannya dilakukan
dengan kenduri.
Bahan untuk kenduri biasanya
sama dengan kenduri pada saat memperingati tujuh hari meninggalnya, namun ada
tambahan sebagai berikut:
1. Nasi wuduk
2. Ingkung
3. Kedelai hitam
4. Cabai merah utuh
5. Rambak kulit
6. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
7. Garam
8.Bunga kenanga
1. Nasi wuduk
2. Ingkung
3. Kedelai hitam
4. Cabai merah utuh
5. Rambak kulit
6. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
7. Garam
8.Bunga kenanga
Upacara ini
untuk memperingati seratus hari meninggalnya seseorang. Tata cara dan bahan
yang digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama
dengan ketika melakukan peringatan empat puluh hari.
Upacara
mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan ketika orang meninggal
pada setahun pertama. Tata cara dan bahan yang diigunakan untuk memperingati
seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan
seratus hari.
Upacara
mendhak pindho merupakan upacara terakhir untuk memperingati meninggalnya
seseorang. Tata cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati seratus hari
meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan mendhak
pisan.
Merupakan
peringatan seribu hari bagi orang yang sudah meninggal. Peringatan dilakukan
dengan mengadakan kenduri yang diselenggarakan pada malam hari.
Bahan yang digunakan untuk
kenduri sama dengan bahan yang digunakan pada peringatan empat puluh hari yang
ditambah dengan:
*daging kambing/domba becek.
Sebelum dimasak becek, seekor domba disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci
bulunya, diselimuti dengan mori selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang
telah dirangkai, diberi makan daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya
lalu ditidurkan di tanah. Badan domba seutuhnya digambar pola dengan
menggunakan ujung pisau. Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi
arwah yang mati supaya lekas sampai surga. Setelah itu domba disembelih dan
kemudian dimasak becek.
*Sepasang burung merpati
dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung
merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata cara ini adalah juga untuk
mengirim tunggangan bagi arwah agar dapat cepat kembali pada Tuhan. dalam
keadaan suci, bersih, tanpa beban.
*Sesaji, terdiri atas tikar
bangka, benang lawe empat puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak kelapa dan
uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit, cepuk berisi
minyak tua, kaca/cermin, kapuk, kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa
setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan
untuk menginang, bunga boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan
di tempat orang berkenduri untuk elakukan doa.
Kol merupakan
peringatan yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal setelah seribu hari.
Ngekoli diselenggarakan bertepatan dengan satu tahun setelah nyewu. Saat
peringatan ini harus bertepatan dengan hari dan bulan meninggalnya. Ngekoli
dilakukan dengan kenduri dengan bahan kenduri: kue apem, ketan, dan kolak.
Semuanya diletakkan dalam satu takir. Pisang raja satu tangkep, uang “wajib”,
dan dupa.
Nyadran adalah hari berkunjung
ke makam para leluhur/kerabat yang telah mendahului. Nyadran ini dilakukan pada
bulan Ruwah atau bertepatan dengan saat menjelang puasa bagi umat Islam.
a. Sega golong melambangkan kebulatan tekad yang manunggal
atau istilah Jawanya “tekad kang gumolong dadi sawiji”. Dalam hal
kematian, baik yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama
mempunyai tujuan yaitu surga.
b. Sega asahan atau ambengan melambangkan suatu maksud agar arwah si mati
maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada “pembenganing
Pangeran”, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala dosa-dosanya dan
diterima di sisiNya.
c. Tumpeng/nasi gunungan melambangkan suatu cita-cita atau tujuan yang
mulia (gegayuhan kang luhur), seperti gunung yang mempunyai sifat besar
dan puncaknya menjulang tinggi. Di samping itu didasari pula kepercayaan
masyarakat bahwa di tempat yang tinggi itulah Tuhan Yang Maha Kuasa berada, roh
manusiapun kelak akan ke sana.
d. Tumpeng pungkur melambangkan perpisahan antara si mati dengan
yang masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan
yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.
e. Sega wuduk dan lauk pauk segar/bumbu lembaran maksudnya untuk menjamu roh para leluhur.
f. Ingkung ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna “dibanda” atau
dibelenggu.
g. Kembang rasulan atau kembang telon melambangkan keharuman doa yang dilontarkan
dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus mempunyai
makna kemuliaan.
h. Bubur merah dan bubur putih melambangkan keberanian dan kesucian. Di
sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari bapak atau
roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari ibu atau roh
perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi, semuadibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik
kepada si mati maupun kepada yang masih hidup.
i. Tukon pasar untuk menghormati “dinten pitu pekenan
gangsal” atau hari dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan
perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin
akan selalu mendapatkan selamat tanpa halangan suatu apa.
Disamping itu semoga mendapatkan berkahNya
hari di mana hari itu diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage
dan lain sebagainya.
j. Wajib melambangkan suatu niat ucapan terima kasih
kepada kaum yang telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan
terima kasih pula kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu
terkabul.
k. Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab
warna atau cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai
jamuan mulia kepada yang dipujinya.
l. Apem melambangkan payung dan tameng, dan
dimaksudkan agar perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat
menghadapi tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang
maha kuasa dan para leluhurnya.
m. Ketan adalah salah satu makanan dari beras yang mempunyai sifat”pliket’
atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu
keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
n. Kolak adalah melambangkan suatu hidangan minuman
segar atau untuk “seger-seger” sebagai pelepas dahaga. Disamping itu
juga melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu,
artinya tidak kenal putus asa.
o. Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan
dikendarai oleh roh si mati.
p. Materi sajian lain seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak,
minyak klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula,
kelapa, jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini
biasanya pada selamatan seribu hari adalah sebagai lambang dari segala
perlengkapan hidup manusia sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal
roh si mati dalam menjalani kehidupan di alam baka.
- Benang lawe adalah benag putih sebagai
lambang tali suci sebagai pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang
ditinggalkan dengan yang sudah pergi jauh itu.
- Jodog dan sentir adalah lambang penerang,
maksudnya agar roh si mati tadi selalu mendapatkan terang.
- Clupak berisi minyak dan sumbu melambangkan
obor di perjalanan dan semangan yang tinggi.
- Minyak klentik 1 botol sebagai lambang bekal
cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang
Jawa jaman dulu menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti
sekarang, melainkan denga minyak kelapa atau minyak klentik.
- Sisir, minyak wangi dan cermin melambangkan
sebagai perlengkapanmake up atau untuk “dandan’/menghiasi diri, agar
rapi dan wangi, jika perempuan ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat
sepeti satriya yang tampan.
- Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal
melambangkan bantal suci.
- Pisang raja sebagai lambang persembahan
kepada yang maha kuasa di samping itu juga sebagai buah segar.
- Beras, gula kelapa melambangkan makanan
beserta lauk dan bumbunya, sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
- Jarum dan perlengkapannya sebagai lambang
alat pembuat pakaian, maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika
sewaktu pakaiannya rusak.
- “Bala pecah” sebagai lambang perlengkapan
rumah tangga.
q. Sapu gerang/sapu lidi yang telah usang atau tua, sebagai lambang
tombak seribu, maksudnya adalah sebagai senjata bila menemui bahaya. Disamping
sapu gerang biasanya juga diikutsertakan pisau dan sujenpring ampel. Keduanya sebagai lambang senjata.
r. Dlingo bengle sapiturute atau rempah-rempah, sebagai lambang
obat-obatan jika terkena sakit, sewaktu di perjalanan atau di alam yang baru
itu.
s. Telor melambangkan kebulatan atau kemanunggalan
berbagai sifat dan tujuan sebab telor itu sendiri terdiri dari berbagai
lapisan, dan masing-masing lapisan mempunyai makna sendiri-sendiri.
- Hitam, yaitu pada kulit keras mengandung
makna atau maksud keteguhan hati dan keteguhan cita-cita atau tujuan.
- Merah, yaitu pada kulit lunak,
mengandungmakna keuletan dan keberanian.
- Putih, yaitu pada lapisan putihan telur,
mengandung makan kesucian dan ketulusan hati.
- Kuning, yaitu pada lapisan kuning telur,
mengandung makna kepandaian, kebijaksanaan dan kewibawaan serta kemuliaan.
- Hijau, yaitu pada lapisan terdalam atau titik
pusat telor, mengandung makna ketenganan, kesabaran dan kehidupan abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar